Saya sangat menikmati setiap sesi mendengarkan musik di rumah. Hanya saya, iTunes, headphones, dan suasana yang tenang. Susun playlist, tekan play, dan pejamkan mata. Ada saatnya saya meng-highlight detil-detil kecil, ada juga saatnya saya menikmati gambar besar dari sebuah musik. 50 piece orkestra bisa terdengar sebagai satu bunyi, solo pianopun bisa terdengar seperti ribuan warna bunyi.
Saya merasa telinga saya semakin hari semakin “jadi”. Maksudnya telinga semakin bisa menerjemahkan bunyi-bunyian ke dalam sesuatu yang tidak pernah saya rasakan sebelumnya. Kadang sebuah not seperti dapat dirasakan secara fisik. Seperti pernah dikatakan komposer DeBussy, bahwa semua bunyi-bunyian yang kita dengar, warna-warni yang kita lihat, dan segala sensasi yang kita rasakan, dapat di ciptakan ulang dengan musik. Bunyi debur ombak di lautan, bunyi kereta api yang sedang melaju, dinginnya angin malam, bahkan pemandangan alam yang indah, semua itu dapat diciptakan ulang dengan musik.
Hanya saja, tidak semua orang memiliki kepekaan dalam mendengarkan musik. Hal yang wajar tentunya, karena manusia pada umumnya menerima informasi 80% melalui jalur visual, dan bukan audio.
Jika kita bandingkan dengan apresiasi karya seni lukis, maka kurang lebih banyak kesamaan dengan apresiasi seni musik. Pada karya lukis banyak sisi yang bisa diapresiasi. Pertama melihat karya tersebut, kita mendapat kesan dan rasa secara umum, lebih dalam lagi kita akan melihat teknik yang digunakan pelukisnya, cat apa yang digunakan, lebih dalam lagi, kita akan melihat era di mana lukisan tersebut dibuat, perbandingan lukisan lain dari pelukis yang sama, serta mencoba melihat apa yang dirasakan pelukis saat mengerjakan karya itu.
Dalam mengajar musik, saya selalu meminta mahasiswa mencari tahu dan mengapresiasi latar belakang sebuah lagu. Siapa penulisnya, tahun berapa, dsb. Misalnya saja musik Bob Dylan yang terdengar lebih dahsyat ketika kita mengetahui era saat Dylan bermusik tersebut dengan segala gejolak sosialnya. Atau album Swami dengan orde baru, atau lagu “Strange Fruit” yang dinyanyikan Billie Holiday dengan isu rasisme di Amerika saat itu. Karena apresiasi memerlukan simpati dan empati untuk menjadi lengkap. Tanpa latar belakang untuk mengapresiasi, seperti menonton pertandingan catur tanpa mengetahui aturan main catur, yang dilihat hanya pemainnya, dan potongan-potongan catur yang tidak ada artinya.
Semua orang bisa mendengarkan musik, ada yang mudah, ada yang rumit. Inti dari tulisan kali ini adalah, bagaimana kita sebagai pendengar bisa mendapatkan lebih dari apa yang biasanya kita dengar. Selamat berapresiasi musik!
Hanya saja, tidak semua orang memiliki kepekaan dalam mendengarkan musik. Hal yang wajar tentunya, karena manusia pada umumnya menerima informasi 80% melalui jalur visual, dan bukan audio.
Jika kita bandingkan dengan apresiasi karya seni lukis, maka kurang lebih banyak kesamaan dengan apresiasi seni musik. Pada karya lukis banyak sisi yang bisa diapresiasi. Pertama melihat karya tersebut, kita mendapat kesan dan rasa secara umum, lebih dalam lagi kita akan melihat teknik yang digunakan pelukisnya, cat apa yang digunakan, lebih dalam lagi, kita akan melihat era di mana lukisan tersebut dibuat, perbandingan lukisan lain dari pelukis yang sama, serta mencoba melihat apa yang dirasakan pelukis saat mengerjakan karya itu.
Dalam mengajar musik, saya selalu meminta mahasiswa mencari tahu dan mengapresiasi latar belakang sebuah lagu. Siapa penulisnya, tahun berapa, dsb. Misalnya saja musik Bob Dylan yang terdengar lebih dahsyat ketika kita mengetahui era saat Dylan bermusik tersebut dengan segala gejolak sosialnya. Atau album Swami dengan orde baru, atau lagu “Strange Fruit” yang dinyanyikan Billie Holiday dengan isu rasisme di Amerika saat itu. Karena apresiasi memerlukan simpati dan empati untuk menjadi lengkap. Tanpa latar belakang untuk mengapresiasi, seperti menonton pertandingan catur tanpa mengetahui aturan main catur, yang dilihat hanya pemainnya, dan potongan-potongan catur yang tidak ada artinya.
Semua orang bisa mendengarkan musik, ada yang mudah, ada yang rumit. Inti dari tulisan kali ini adalah, bagaimana kita sebagai pendengar bisa mendapatkan lebih dari apa yang biasanya kita dengar. Selamat berapresiasi musik!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar