Cerpen


HADIRMU BAGAI PELANGI
Kriiiiinnggg…..kriiiinngg….. Jam beker di kamar Nicky berbunyi.
“Aduh, gawat. Aku telat nih.”
Dengan tergesa-gesa Nicky bangun dari tempat tidurnya, ia langsung menuju ke kamar mandi. Ia tidak menyangka akan bangun kesiangan. Setelah mandi, dia segera bersiap-siap.
“Nicky berangkat ya Bu…”
“Eh, sarapan dulu Nak.”
“Nanti aja di sekolah Bu. Nicky udah telat”. Setelah pamit dan mencium tangan kedua orang tuanya, Nicky langsung berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepeda bututnya.
Saat Nicky tiba di sekolah, pintu gerbang telah tertutup.
“Nah, tuh kan.. Apa aku bilang, telat lagi kan. Terpaksa deh…”
Kemudian Nicky mengawasi keadaan sekitarnya.
“Hehe, aman… Panjat aja deh.”
Tak lama kemudian…….
“Hufff… Selamat, selamat. Kalo sampai ketahuan Pak Satpam, bisa tambah gawat nih.” Nicky segera menuju ke kelasnya.
Sampai di kelas, di dalam sudah ada Pak Surya, guru Matematika yang terkenal galak.
“Mampus deh. Pak Surya udah masuk. Gimana caranya biar selamat yah?” Gumam Nicky.
“Baiklah anak-anak, sekarang kerjakan soal latihan yang ada di halaman 58. bapak ke toilet dulu”. Terdengar suara Pak Surya.
“Baik Pak…” Seru anak-anak.
Mendengar suara Pak Surya, Nicky segera besembunyi di balik pot bunga yang ada di depan kelasnya. Setelah Pak Surya tidak nampak batang hidungnya, Nicky keluar dari persembunyiannya dan masuk ke kelas. Semua kaget dengan kedatangan Nicky. Ia pun segera duduk di samping Ditha, sahabatnya.
“Heh, dari mana aja kamu?” Tanya Ditha.
“Sorry, aku bangun kesiangan. kita disuruh kerjain soal yang mana?”
“Soal latihan halaman 58. Makanya, jangan tidur larut malam dong. Selain bisa bangun kesiangan, juga gak baik untuk kesehatan.” Ceramah Ditha.
“Iya, iya Bu Ditha.….. Saya terima nasehat anda”
“Iiihhh…. Nih anak, dikasih tau malah ngeyel. Udah, udah kerjain tuh.”

Nicky adalah siswi kelas 1 SMA yang tomboy dan super galak. Wajah macho mirip cowok dan potongan rambut pendek, membuat dia sering dianggap sebagai laki-laki. Nicky terkenal di kalangan teman-teman dan kakak kelasnya karena dia terkenal jago dalam bermain basket. Namun, ia juga tergolong siswa yang pandai di sekolahnya.
Lain halnya dengan sahabatnya, Ditha. Ditha adalah cewek feminim dan sabar. Ditha anak bungsu dari 3 bersaudara dan satu-satunya anak perempuan. Wajar jika ia sangat dimanja. Jika Ditha diganggu oleh anak lelaki, maka Nicky akan melindungi Ditha. Mereka berdua sudah berteman sejak TK.

Saat waktu istirahat tiba, mereka menuju ke kantin.
“Aku lapar banget nih… tadi pagi aku gak sempat sarapan”. Nicky mengeluh.
“Ya udah. Hari ini aku traktir deh.” Kata Ditha.
“Wah, yang bener nih? Hari ini aku makan gratis dong. Hehehe…”
“Udah, gak usah banyak tanya. Aku juga udah lapar.”

Tiba di kantin, mereka memilih meja yang sesuai dan segera memesan makanan.
“Eh, tau gak. Ada berita yang oke loh….” Ditha membuka pembicaraan.
“Apaan tuh?” Nicky penasaran.
“Gini, katanya hari Selasa depan sekolah akan ngadain hiking lho… T’rus acaranya dilanjutin dengan berkemah. Gimana, oke kan?
“Wiiihhh….. Keren tuh, keren…. Berarti 4 hari lagi dong. By the way apa aja persyaratannya?”
“Gak ada persyaratan khusus kok. Siapa aja yang mau ikut dibolehin, asal ada izin dulu dari orang tua. T’rus jangan lupa bawa perlengkapan dan makanan. Kita tinggal di lokasi perkemahan selama 2 hari”. Ujar Ditha panjang lebar.
“Emang gak dipungut biaya tuh?”
“Tenang aja. Semua ditanggung sama sekolah dan pihak sponsor. Kamu mau ikut kan?”
“Kalo aku sih, fine-fine aja. Tapi, aku minta izin dulu sama Ibu Bapakku”.
“Okelah. Berangkatnya pagi loh, jam 07.30. Tempat berkumpulnya di sini. Jangan telat lagi kayak tadi. Nah, sekarang makan yuk.”
Saking asyiknya ngobrol, Nicky tidak sadar kalau dari tadi pesanannya sudah ada di depannya.
“Oh, udah ada yah. He he he, gak nyadar.”
“Makanya, jangan ngelamun aja Neng…. Cepetan makan, nanti keburu dingin.”
“Iya, iya Buuuu……. Tiap hari ngomel aja kerjanya”
“Yeee……. Situ sendiri, tiap hari berantem mulu. Gak capek tuh cari musuh..”
“Gini-gini banyak cewek yang nge-fans loh sama aku…”
“Makan tuh cewek-cewek…”
“He he he….”

            Akhirnya, tiba juga hari yang ditunggu-tunggu. Hari Selasa pagi cuacanya cerah. Di sekolah pagi-pagi sekali anak-anak sudah berkumpul. Mereka sudah siap untuk pergi hiking, begitu pula dengan Nicky dan Ditha.
“Tumben Neng gak telat.” Ledek Ditha.
“Aku bela-belain bangun pagi-pagi biar gak telat. Soalnya males dengerin kamu ngomel”
“Eh, biarin. Itu kan demi kebaikan kamu juga”
“Iya, iya Bu……..”
“Anak-anak, ayo segera berbaris. Kita akan segera berangkat. Tapi sebelum itu kita dengar dulu penjelasan dari Bapak Kepala Sekolah.” kata Ibu Dian mengarahkan.
            Setelah penjelasan yang panjang lebar dari Kepala Sekolah yaitu Pak Rahmat berakhir dan seusai berdoa, anak-anak segera berangkat . mereka pergi dengan menggunakan mobil bus.
            Mereka menempuh perjalanan selama 1 setengah jam. Sampai di tempat tujuan, mereka disuruh berbaris, kemudian setelah ada aba-aba dari pemandu mereka mulai mendaki. Dalam perjalanan mendaki, Ditha mengeluh.
“Eh, aku udah capek nih. Istirahat dulu dong”.
“Kamu gimana sih, ini belum setengah perjalanan. Kok kamu udah capek?” omel Nicky
“Biarin. Maklum, kamu kan cowok. Istirahat dulu dong, aku haus nih.”
“Iya deh………”
            Dari kejauhan, ada yang melihat sinis kepada Nicky dan Ditha.
“Lihat tuh, 2 cewek nyebelin yang sok cari perhatian. Gue jadi kesal banget lihat mereka berdua”. Kata Laura salah seorang kakak kelas Nicky dan Ditha.
“Sama dong. Gue juga kesal sama mereka. Gara-gara si Ditha itu Ferdy mutusin gue. Cuma karena cewek kayak gitu Ferdy berani ninggalin aku. Apa sih hebatnya dia? Kurang ajar tuh cewek. Nanti gue kasih pelajaran.” Sambung Aurel kesal.
“Wah, ide bagus tuh. Gimana kalo nanti kita beresin tuh cewek? Biar tau rasa.” Saran Keysha.
“Gue setuju. Gue akan lakuin apapun untuk merebut kembali Ferdy”. Dukung Aurel
“Terus, kita kerjain dia di mana?”
“Tenang aja. Itu bisa diatur. Kita kerjain kalo kita udah sampai di puncak gunung.” Aurel mengusulkan.
“Oke deh…” Laura dan Keysha menjawab bersamaan.

            Saat tiba di puncak gunung, Ditha merasa lega.
“Huuffff….. Akhirnya sampai juga. Aku capek banget nih. Ternyata jauh juga”.
“Kamu tuh, baru segini udah capek. Ini sih gak seberapa”. Komentar Nicky.
“Jangan samain aku dengan kamu dong. Kamu itu kan setengah laki-laki, jadi wajar aja.”
Saat sedang asyik-asyiknya ngobrol, datanglah Kak Ferdy mendekati mereka.
“Hai Ditha, Nicky.. lagi ngapain nih?”
“Eh, hai juga kak. Ini nih, lagi pijitin si Ditha. Katanya dia capek.”
“Kamu gak apa-apa kan Tha? Gimana keadaan kamu?” tanya Kak Ferdy cemas.
“Oh, gak apa-apa kok kak. Saya baik-baik aja.”
“Kalau kamu ngerasa kecapean, jangan dipaksain yah. nanti kamu sakit.”
“Saya gak apa-apa kok kak. Beneran.”
“Kalau kamu butuh bantuan, bilang sama aku aja yah. Aku pasti bantuin kok.”
“Eh, iya makasih kak karena udah perhatian sama saya. Tapi saya benar-benar gak apa-apa kok.”
“Iya, sama-sama. Gak usah sungkan-sungkan. Kalau butuh sesuatu, hubungi aku aja. Aku akan selalu ada buat kamu”.
“Makasih ya kak, udah baik sama saya”.
“Gak apa-apa. Udah yah, aku pergi dulu. Daaahh……”
Setelah Kak Ferdy menjauh, Nicky membuka suara,
“Ehem, ehem… Cieee, cieeee…….. Ada yang lagi bahagia nih. Sampe-sampe aku gak digubris sama sekali.”
“Ih, apaan sih. Biasa aja kali. Orang gak ada apa-apa kok.”
“Yang bener…??? Sulit dipercaya yah”.
“Udah ah.. Pijitin lagi dong. Pegel nih.”
“Huuuu………. Kamu tuh mau enak sendiri. Ujung-ujungnya, pasti aku yang kena”.
“Iya dong, siapa lagi. Kamu kan sahabat aku”
“He he he… Iya juga sih”

“Lihat tuh si cewek nyebelin. Udah berani dia deketin Ferdy. Lihat aja, kalo udah dikasih pelajaran.” Aurel sewot
“Terus, gimana dengan rencana kita? Jadi gak?”
“Jadi dong. Kita kerjain tuh anak n’tar malem”

            Saat malam tiba, Nicky dan Ditha duduk berdua di dekat tenda. Mereka sedang melihat-lihat bintang. Ketika lagi asyik-asyiknya, tiba-tiba datang 3 kakak kelas mereka, yaitu Aurel, Laura, dan Keysha.
“Hai Ditha… Bisa ikut Kakak bentar gak? Tadi kamu dipanggil sama Bu Dian.” Aurel menyapa duluan.
“Ya udah. Bentar yah Nick.”
“Okelah. Tapi cepetan yah.”
“Iya.”
“Udah, gak usah basa-basi. Cepetan ikut, nanti Bu Dian marah.” Keysha mulai kesal
Setelah Ditha dan ketiga kakak kelasnya pergi, Nicky termenung sendiri. Tidak lama kemudian, Ibu Dian lewat di dekat Nicky.
“Eh, Bu. Kok Ibu di sini? Bukannya tadi Ibu manggil Ditha?” tanya Nicky heran
“Ditha? Ibu gak pernah manggil Ditha.” Ibu Dian bingung
“Tapi tadi kata Kak Aurel, Ibu manggil Ditha.”
“Gak tuh. Mungkin kamu salah dengar kali.”
“Ya udah, makasih yah Bu..”
“Sama-sama Nick.”
Kemudian Nicky pergi mencari Ditha. Ia mulai curiga kalau ada sesuatu yang tidak beres. Nicky berkeliling di sekitar tempat berkemah. Tapi dia belum bisa menemukan Ditha.
            Sementara itu di tempat lain
“Eh, Kak. Kok kita ke sini? Bukannya tadi kakak bilang saya dipanggil sama Bu Dian?”  Ditha heran.dan mulai sedikit curiga.
“Siapa yang dipanggil Bu Dian. Gue ada urusan sama lo. Dasar kurang ajar. Lo pikir lo siapa hah? Nyadar dong. Lo tuh masih junior, jangan belagu deh”. Kata Aurel sambil mendorong tubuh Ditha.
“Emangnya saya salah apa Kak?”
“Gak usah pura-pura bego deh. Lo tuh sengaja cari-cari perhatiannya Ferdy kan? Asal lo tau yah, Ferdy itu milik gue. Lo gak berhak deketin dia.” Aurel tambah panas
“Iya nih. Dasar cewek gak tau diri. Bisanya cuma ngerebut cowok orang. Nyadar dong” Laura ikut membela Aurel.
“Maaf Kak. Tapi saya gak ada hubungan apa-apa kok sama Kak Ferdy.”
“Gak usah munafik deh jadi cewek. Hajar aja Rel” Keysha juga ikut-ikutan emosi.
“Sini lo!” Kata Aurel sambil menarik tangan Ditha.
Kemudian, Aurel mendorong tubuh Ditha kuat-kuat ke belakang. Mereka tidak sadar kalau di bawah terdapat jurang yang dalam. Ditha berteriak
“Aaaaaaa…….”
Tiba-tiba
“Dithaaaaa…………” Terdengar suara Nicky memanggil Ditha
Kemudian Ditha merasakan tubuhnya didorong seseorang. Tak lama kemudian Ditha sadar kalau orang yang mendorongnya adalah Nicky. Ditha segera bangkit. Ia melihat ke bawah jurang.
“Nickkk…. Niickyyy……” Ditha histeris. Air mata mengalir di pipinya.
Ketiga kakak kelasnya sangat panik dan mencegah Ditha mendekati jurang.
“Jangan Tha, berbahaya! Jangan!” Laura mencoba mencegah.
“Nggak! Aku gak mau! Nicky jatuh ke bawah sana. Aku akan nolongin dia.” Ditha memberontak mencoba melepaskan diri.
“Jangan nekat Tha! Kamu mau mati ya? Itu jurang yang dalam!” Ujar Aurel dengan sekuat tenaga mencegah Ditha untuk terjun.
“Biarin! Aku mau selamatin Nicky. Aku gak mau pulang” Air mata membanjiri mata Ditha.
            Kemudian terdengar suara orang berlari dari balik pepohonan.
Ada ribut-ribut apa ini?” Tanya Pak Rahmat, diikuti oleh Pak Surya, Bu Dian, Ferdy, dan beberapa anak yang lain.
“A..a..anu Pak” Keysha tidak sanggup menjelaskan
“Nicky, Nicky Pak. Nicky” Laura mencoba menjelaskan
“Kenapa dengan Nicky?” Pak Rahmat semakin bingung.
“Nicky jatuh ke jurang Pak.” Sambung Aurel
“Apa???” Semua orang kaget karena berita itu.
“Kok bisa?” Ibu Dian tidak percaya.
“Bu, Nicky Bu. Tolongin Nicky Bu.” Tangis Ditha semakin keras. Ia memeluk Bu Dian.
“Sabar yah. Nanti kita hubungi Tim SAR.” Kata Bu Dian mencoba menenangkan Ditha.
“Gak Bu, tolong cari Nicky sekarang. Sekarang Bu.”
“Iya, iya. Nicky pasti ketemu, sekarang tenang dulu yah.”
“Gak Bu. Aku mau lihat Nicky sekarang. Aku mau tau keadaan Nicky Bu. Dia jatuh karena nyelamatin aku.” Ditha mulai memberontak lagi. Tapi, tiba-tiba Ditha merasa kepalanya seperti mau pecah. Kemudian Ditha jatuh dan tidak sadarkan diri.

Ketika Ditha membuka mata di dekatnya telah ada Kak Ferdy dan Bu Dian.
“Aku di mana?” Ditha bertanya.
“Eh, kamu sudah sadar Tha.” Terdengar suara Kak Ferdy
“Nicky, Nicky. Nicky di mana? Dia udah ketemu?”
“Kamu istirahat dulu. Kamu belum sehat betul” Bu Dian menasehati.
“Aku mau cari Nicky. Aku gak mau hanya diam di sini”. Ditha berusaha untuk bangun. Namun, kepalanya sangat pusing dan pandangannya berkunang-kunang.
“Gak boleh Tha. Kamu belum sembuh. Sudah ada Tim SAR yang mencari Nicky. Kamu istirahat dulu yah”. Ferdy berusaha mencegah
“Tapi…” Ditha mencoba protes.
“Sudah. Gak ada tapi-tapian. Sekarang kamu istirahat. Kalau terjadi apa-apa sama kamu kan gak baik juga”. Ferdy menambahkan.
“Baik Kak”. Kemudian Ditha memejamkan matanya lagi.

Sekitar 2 jam Ditha tertidur. Saat bangun, ia telah merasa baikan.
“Gimana perasaan kamu Tha?” Tanya Bu Dian.
“Udah baikan Bu.”
“Kalau gitu kamu sarapan dulu. Nanti kita ikut rombongan untuk mencari Nicky”.
“Baik Bu.”
Setelah selesai sarapan, Ditha berganti pakaian dan ikut mencari Nicky. ia ikut bersama rombongan Pak Rahmat.
            Namun, setelah 3 jam mencari, Nicky belum juga ditemukan.
“Kita istirahat dulu. Kebetulan di situ ada tempat yang teduh.” Pak Rahmat mengusulkan.
“Saya cuci muka dulu di sungai itu Pak.” Kata Mya, salah satu teman sekelas Nicky dan Ditha.
“Hati-hati Nak.”
Saat sedang mencuci muka, Mya melihat seseorang tergeletak di dekat sungai.
“Pak, di sana ada orang”. Mya menunjuk ke arah orang itu.
Kemudian Pak Rahmat mendekati orang yang di maksud Mya. Ditha ikut di belakangnya.
“Pak, itu mirip dengan baju yang dipakai Nicky semalam”. Ditha mulai cemas. Kemudian ia berlari mendekati orang tersebut mendahului Pak Rahmat. Saat tiba di dekatnya, Ditha gemetar dan membalikkan badan orang tersebut. Alangkah kagetnya Ditha ternyata dia benar-benar Nicky. Kepalanya dan wajahnya berlumuran darah.
“Nickyyyy…….. Nicky bangun. Bangun Nick.” Ditha histeris.
“Cepat angkat!” Pak Rahmat memberi perintah.
Kemudian anggota rombongan membantu membawa Nicky.
“Nickyyyy… Nickyyyy…” Ditha tak kuasa menahan air mata.
“Sudah Tha, jangan panik. Nicky akan dibawa ke rumah sakit”. Bu Dian mencoba menenangkan Ditha.

            Sudah seminggu lamanya Nicky dirawat di rumah sakit. Namun, ia belum juga sadarkan diri. Kata dokter, Nicky mengalami benturan cukup keras di kepalanya, sehingga terjadi pendarahan. Karena itu dia harus dioperasi dan di rawat di ruang ICU.
            Suatu hari Ditha datang menjenguk Nicky bersama teman sekelasnya dan Kak Ferdy.
“Assalamu Alaikum. Tante, bagaimana keadaan Nicky?”
“Oh, Ditha. Nicky belum sadar Nak. Ayo duduk dulu.”
“Nick, aku datang lagi nih. Gimana keadaan kamu?” Ditha bertanya. Walaupun ia tau kalau ia tidak mungkin mendapat jawaban, karena Nicky masih koma. Kemudian Ditha memegang tangan Nicky dan membisikkan kata-kata di telinganya.
“Nick, aku datang dengan teman-teman yang lain. Kamu bangun dong.” Ditha mulai menitikkan air mata.
“Nick, kamu dengar aku kan. Ini aku Ditha. Ayo buka mata kamu.”
Kemudian Ditha merasakan tangan Nicky bergerak dan kedua pelupuk matanya mulai terbuka.
“Ditha…” suara Nicky terdengar sangat lemah.
“Nick, kamu udah sadar. Ini aku Ditha.”
“Aku di mana?”
“Ini di rumah sakit. Gimana perasaan kamu?”
“Kepalaku sakit banget. Apa yang udah terjadi sama aku?”
“Kamu jatuh di jurang waktu berusaha nyelamatin aku. Makasih ya Nick. Karena aku kamu jadi begini.”
“Udah, gak usah gitu. Wajar aja. Aku kan sahabat kamu.” Kata Nicky mencoba tersenyum
“Makasih Nick. Kamu udah banyak bantuin aku. Kamu emang sahabat terbaikku.” Kata Ditha sambil memeluk Nicky.
Nicky melihat ke arah orang tuanya.
“Bu, Pak, maafin Nicky yah. Selama ini Nicky banyak berbuat salah. Nicky sayang sama Bapak dan Ibu.” Nicky meminta maaf kepada orang tuanya sambil menitikkan air mata.
“Sudah Nak. Bapak dan Ibu sudah memaafkan kesalahan kamu. Bapak dan Ibu juga sayang sama kamu.” Mendengar kata-kata Nicky orang tuanya turut menangis.
“Tha, aku minta maaf. Aku banyak salah sama kamu.”
“Aku juga Nick, aku selalu ngerepotin kamu.” Ditha tak kuasa menahan air matanya.
“Ibu, Bapak, terima kasih. Selama ini udah sabar mendidik Nicky. Maafin Nicky karena belum bisa membalas pengorbanan Bapak dan Ibu. Dan kamu Tha, makasih ya udah mau jadi sahabat terbaik aku dan selalu peduli sama aku. Aku gak akan lupain kamu. Aku udah gak sanggup lagi. Mungkin sekarang aku akan pergi.” Kata Nicky
“Jangan bilang gitu Nick. Kamu akan sembuh. Percaya sama aku.”
“Kalian semua adalah orang yang sangat berarti dalam hidup aku. Ditha, Jangan lupain aku ya. Jangan cengeng. Kamu gak cantik kalau menangis. Kamu harus selalu tersenyum. Kamu harus janji.” Kemudian Nicky mengambil nafas dalam-dalam.
“Bu, Pak, Nicky benar-benar udah gak sanggup lagi. Selamat tinggal Ibu, Bapak, dan kamu Ditha. Aku sayang kalian semua.”
Kemudian mata Nicky tertutup kembali dan detak jantungnya berhenti.
“Nick, Nicky. Bangun Nick. Buka mata kamu.”
“Nak, bangun Nak. Nicky, Nicky, kamu dengar Ibu kan? Bangun Nak.”
“Nicky, jangan tinggalin aku. Cuma kamu sahabat terbaikku. Jangan tinggalin aku Nick.” Ditha sangat terpukul. Begitu pula kedua orang tua Nicky. Mereka tidak menyangka Nicky pergi begitu cepat.

            Suatu malam sebulan setelah kepergian Nicky, Ditha melihat-lihat bintang di teras rumahnya.
“Cantik banget.” Gumam Ditha.
Dalam hati Ditha berkata
“Nick, aku akan selalu ingat sama kamu. Kamu udah ajari aku banyak hal. Kehadiranmu membuat hidup aku lebih berwarna seperti pelangi. Aku janji gak akan cengeng, aku akan selalu tersenyum. Selamat jalan sahabatku. Kamu akan selalu ada dalam kenangan dan hati aku. Tunggu aku Nick. Suatu saat, kita akan bertemu lagi di atas sana.”







I’ll Always Waiting for You

Pagi itu Aya bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Setelah sarapan Aya segera keluar rumah. Di halaman sudah ada Reza yang datang untuk menjemputnya.
“Kok kamu lama banget? Ngapain aja? Aku capek nih nunggu kamu”. Kata Reza.
“Iya, sorry… T’rus, kalo lama, kenapa gak ditinggal aja?”
“Aku gak tega dong ninggalin pacarku yang cantik ini…” Reza tersenyum.
“Ih, pake gombal segala lagi. Udah, ayo berangkat. Nanti telat.”
“Ya udah. Ayo naik.”

Sampai di sekolah Aya dan Reza langsung menuju ke kelas mereka, yaitu kelas X.1. Mereka berdua satu kelas sekaligus satu bangku. Hari itu pelajaran pertama mereka adalah Bahasa Inggris. Yang mengajar adalah Bu Rya. Guru yang sangat kalem dan lembut. Sehingga saat ia mengajar, tak jarang siswa hanya bergosip bahkan tidur di kelas. Demikian pula Reza, ia menyimak pelajaran dengan terkantuk-kantuk. Melihat hal itu, Aya merasa kesal.
“Eh, kamu itu dengar gak sih penjelasan Bu Rya?” Aya menegur Reza.
“Dengar kok. Tapi dikit”
“Ih, gak boleh gitu dong. Bagaimanapun kalau guru menerangkan, kita harus memperhatikan” Aya memulai ceramahnya.
“Iya, iya. Aku tau. Tapi, Aku ngantuk banget nih, tadi malam aku lembur.” Reza menjawab sambil menguap.
“Kamu kalau dinasehati selalu aja gitu”.
“Udahlah. Nanti pinjam catatannya yah… Aku mau bobo” Kata Reza
“Terserah kamu aja deh.”

Saat semua pelajaran usai, Reza mengajak Aya pulang.
“Aya, kamu gak dijemput kan?”
“Gak kok. Aku gak dijemput”.
“Pulang bareng yuk.”
“Bentar, aku beresin barang-barangku dulu”.
“Oh ya. Nanti kamu mau ikut aku jalan-jalan gak?” Reza mengajak
“Jalan-jalan ke mana?”
“Ya… Ke mana aja. Mau ikut gak?”
“Aku bilang mama dulu yah.”
“Okelah, gak masalah. Kalau udah minta izin, hubungi aku yah. Nanti aku jemput”
“Kamu jemput jam berapa?”
“Jam 4.”
“Ya udah. Yuk, pulang”.

Sampai di rumah Aya mencari mamanya.
“Ma… Mama…”
“Iya… Mama di dapur. Kenapa sayang? Baru pulang kok udah teriak-teriak?”
Aya menuju ke dapur untuk menemui mamanya.
“Ma, nanti sore aku mau keluar sama Reza. Boleh ya ma? Boleh ya..?” Aya mencoba membujuk mamanya.
“Boleh aja. Tapi setelah tugas-tugas kamu selesai.”
“Iya Ma. Makasih ya Ma…”
“Nah, sekarang ganti baju dulu. Terus makan siang. Dan jangan lupa minum obat kamu”
“Iya Ma. Aya ke atas dulu.”

Sore harinya…….
“Ma, Aya berangkat yah.” Kata Aya sambil mencium tangan Mamanya.
“Jangan lama-lama ya. Jangan sampai malam pulangnya.”
“Kami pergi dulu Tante.” Reza pamitan
“Hati-hati di jalan Nak. Jangan ngebut.”
“Iya Tante. Saya permisi.”
“Daaahh Ma…….. Aya pergi dulu”.
“Ayo naik.” Reza menyuruh Aya segera naik ke atas motor.
“Eh, emangnya kita mau ke mana?”
“Ada deeehhh…. Cepat naik. Nanti kamu juga tau.”
“Kamu selalu aja main rahasia-rahasiaan”
Setelah tiba di tempat tujuan Aya sangat terkejut sekaligus kagum.
“Waaahh……. Keren banget tempatnya. Danaunya cantik banget.”
“Cantik kan? Gak nyesal kan ikut ma aku?”
“Kamu tau dari mana tempat kayak gini?”
“Aku nemu sendiri waktu lagi liburan sama Mama Papaku. Waktu itu aku masih SD. Di sini tempat aku tenangin pikiran kalau lagi stres. Cocok kan untuk tempat refreshing?”
“Cocok banget. Tapi, ngomong-ngomong kita mau ngapain di sini?” Aya bertanya.
“Sekedar jalan-jalan aja. Kita ke rumah pohonku yuk.”
“Oh, ada rumah pohon juga ya. Aku mau lihat.”
“Rumah pohonnya ada di sana.” Kata Reza menunjuk arah selatan.
Kemudian mereka berjalan menuju rumah pohon.
“Nah, ini dia rumah pohonnya. Ayo masuk.”
“Kamu sering ke sini?” tanya Aya sambil melihat-lihat isi rumah pohon itu.
“Kalau ada waktu aku ke sini. Tapi, aku belum pernah ngajak siapapun ke sini selain kamu. Aku selalu datang sendiri.” Reza menjelaskan.
“Kenapa cuma aku?” Aya heran.
“Aku pernah berjanji aku akan ajak seseorang yang special ke tempat ini. Dan orang itu adalah kamu.” Kata Reza sambil tersenyum manis ke Aya.
“Kenapa kamu gak ajak orang tua kamu?”
“Orang yang aku maksud itu selain orang tua dan kakak aku.”
“Kok gitu?.”
“Kamu itu dari tadi nanya mulu. Gini ya… Aku jelasin. Kamu itu orang yang sangat aku sayangi dan kamu juga orang yang sangat berarti dalam hidup aku. Kamu orang yang special buat aku. Aku gak akan lepasin kamu sampai kapanpun. Gimana? Jelas?”
“Makasih yah, udah anggap aku orang yang berarti. Baru kali ini ada yang anggap aku kayak gitu.” Aya terharu.
“Eh, jangan nangis. Gak boleh cengeng. Kamu gak cantik kalau nangis.”
“Aku gak nangis kok. Aku cuma terharu aja.”
“Ngomong-ngomong, aku mau tanya sesuatu sama kamu Aya.”
“Mau nanya apa?”
“Selama ini kamu senang gak sama aku? Kamu punya keluhan tentang aku gak?”
“Aku senang dong. Aku gak punya keluhan apa-apa kok. Selama ini kamu baik.”
“Aku mau minta beberapa hal sama kamu.”
“Apa aja tuh?”
“Aku minta kamu jangan ninggalin aku. Dan yang paling penting, kamu harus setia, jangan khianati aku.” Raut wajah Reza terlihat sangat serius.
“Tentu aja. Aku akan selalu setia sama kamu.” Jawab Aya.
“Janji ya…..” Reza mengulurkan jari kelingkingnya.
“Iya, aku janji…” Aya juga melakukan hal yang sama. Sehinggga jari mereka saling bertautan.
“Aku sayang kamu.” Kata Reza sambil mengelus kepala Aya.
“Aku juga sayang kamu.” Kata Aya.
“Ngomong-ngomong sekarang 13 Februari. Sekarang hari apa?” Reza pura-pura bertanya kepada Aya
“Besok Valentine kan?” Aya kelihatan ceria
“Aku tanya hari ini Sayang…..” kata Reza
“Gak tau deh. Aku nyerah.”
“Sekarang hari jadian kita. Udah 2 tahun loh….. kok lupa sih? Kamu udah pikun ya?” Reza mengingatkan
“Oh iya yah… Kok aku bisa lupa. Sorry…….”
“Iya, gak apa-apa. Kamu senang gak hari ini?”
“Iya. Aku senaaaaang banget. Makasih yah udah ajak aku ke sini. Ini tempat yang bagus banget.”
“Sama-sama. Eh, udah sore nih. Kita pulang yuk.” kata Reza kemudian
“Ayo…”

Sampai di rumah Aya segera menuju ke kamarnya. Tapi, tiba-tiba Mamanya memanggil.
“Aya, kamu udah pulang? Ke sini sebentar sayang.”
“Ada apa Ma?”
“Mama punya berita gembira.”
“Apa tuh Ma?” Aya penasaran.
“Malam ini Papa kamu pulang, besok pasti udah sampai.”
“Yang bener Ma?”
“Iya sayang. Papa bawa oleh-oleh buat kamu.”
“Aku udah gak sabar mau lihat.”
“Nah, sekarang kamu mandi dulu. Terus makan malam.”
“Iya Ma. Aya ke kamar dulu.”

Sampai di kamar, Aya langsung mengambil handuk untuk mandi. Setelah mandi, tiba-tiba…
“Uhuk…Uhuk…” Aya terbatuk-batuk. Kemudian ia melihat tangannya berlumuran darah. Ia muntah darah dan mimisan. Aya panik. Kemudian ia segera membersihkan darah tersebut.

Beberapa hari kemudian Aya sakit dan harus diopname di rumah sakit. Setelah dokter memeriksa keadaan Aya, dokter itu berkata
“Pak, bisa ikut ke ruangan saya sebentar?” dokter mengajak Pak Fahri, Papa Aya.
“Iya dokter, tentu saja”
Setelah keluar dari ruangan dokter, Pak Fahri terlihat sangat lesu, tidak bersemangat.
“Ada apa Pa?” Bu Lhya bertanya.
“Kita keluar sebentar Ma.” Pak Fahri mengajak Bu Lhya bicara di luar. Setelah penjelasan dari Pak Fahri berakhir, Bu Lhya menangis.
“Gak mungkin. Itu gak mungkin. Papa jangan bohong.” Bu Lhya tidak percaya atas apa yang di dengarnya.
“Papa gak bohong Ma. Itu yang dikatakan dokter.”
“Dokter pasti salah. Lakukan pemeriksaan ulang Pa. Mama gak bisa percaya”.
“Sabar Ma. Dokter sudah melakukan tes beberapa kali. Hasilnya tetap sama.”
Bu Lhya sangat terpukul.

Seminggu kemudian, Wali kelas X.I yaitu Bu Dhyla mengumumkan kepada anak-anak walinya kalau Aya pindah sekolah. Mendengar hal itu, Reza sangat kaget dan tidak percaya. Sudah seminggu Aya tidak hadir di sekolah dan Aya tidak pernah menghubunginya. Reza penasaran, ia berencana akan ke rumah Aya sore harinya.
Saat tiba di rumah Aya, rumah itu terlihat sepi. Untunglah ada Mbok Nah, pembantu di rumah itu. Reza kemudian bertanya
“Mbok, Aya ada di rumah?”
“Wah, Den Reza telat. Ibu, Bapak, sama Neng Aya baru aja pergi.” Kata Mbok Nah
“Pergi ke mana Mbok?” Reza penasaran
“Ke bandara Den”.
“Bandara? Mau ngapain Mbok?” Reza kaget setengah mati
“Katanya Ibu sama Bapak mau ke luar negeri Den. Terus, Neng Aya juga ikut. Neng Aya akan lanjutin sekolahnya di sana”. Terang Mbok Nah
“Apa? Kok Aya gak bilang Mbok?” Reza sangat tidak percaya.
“Saya juga gak tau Den. Oh ya, ada pesan dari Neng Aya buat Aden, katanya ada sesuatu di rumah pohon untuk Aden.” Mbok Nah menyampaikan pesan Aya kepada Reza.
“Ya udah Mboh, makasih. Saya ke bandara dulu.” Kemudian Reza melarikan motornya dengan kecepatan tinggi. Ia harus cepat sampai di bandara untuk menyusul Aya.

Sesampainya di bandara Reza langsung berlari ke dalam dan mencari-cari Aya. Tapi, ia tidak melihat Aya di manapun. Reza terus mencari. Beberapa saat kemudian, Reza melihat Aya di pintu masuk menuju tempat pesawat Take off. Reza berteriak memanggil Aya
“Aya……. Tunggu….. Aya……..”
Tapi Aya tidak mendengar teriakan Reza. Reza melihat Aya berada di atas kursi roda. Reza mencoba memanggil lagi. Tapi sia-sia. Aya sudah masuk ke tempat Take off. Reza hanya bisa melihat pesawat lepas landas dan mulai mengudara. Seketika kaki Reza tak bisa berdiri lagi. Ia merasa tidak berdaya dan kehilangan kekuatannya.
“Kenapa Aya, kenapa? Kenapa kamu pergi? Kenapa kamu ninggalin aku? Kamu udah janji sama aku gak akan pergi. Kamu akan selalu ada di dekat aku. Tapi kenapa sekarang kamu pergi tanpa pamit sama aku? Aku salah apa? Kenapa kamu tega? Kamu bohong Aya, kamu bohong.” Reza bergumam sendiri. Ia sangat kecewa. Tiba-tiba ia teringat pesan Aya yang disampaikan Mbok Nah untuknya. Reza segera pergi ke rumah pohon.

Sampai di sana Reza segera mencari sesuatu yang dimaksud. Dan Reza menemukan sebuah bungkusan kecil di atas meja. Ia segera membukanya. Di dalamnya ada kalung dan sepucuk surat. Reza membuka surat tersebut dan membacanya.



“Dear Reza….
Reza, apa kabar? Aku pengen banget ketemu kamu. Tapi aku tau, saat kamu baca surat ini, aku udah pergi.
Reza, maafin aku karena aku gak pamit dulu sama kamu. Aku tau kamu pasti marah sama aku. Aku gak bermaksud untuk ingkari janji aku sama kamu. Aku tau aku salah. Tapi aku harus pergi dari kamu Za. Aku pergi bukan karena aku benci sama kamu. Aku punya alasan.
Reza, sebenarnya aku pergi karena aku harus berobat Za. Aku kanker otak. Penyakitku udah parah, udah mendekati stadium 3. aku harus pergi untuk berobat. Maaf karena aku gak pernah bilang sama kamu. Aku takut kalau kamu tau kamu akan benci sama aku. Aku akan pulang kalau aku udah sembuh.
Reza, kalung itu buat kamu sebagai kenang-kenangan dari aku. Tolong disimpan yah. Yang satunya ada sama aku. Jangan lupain aku Reza. Aku sayang kamu.”

AYA
“Kenapa kamu harus pergi Aya? Kenapa kamu gak bilang? Aku suka sama kamu apa adanya. Aku akan tunggu kamu Aya. sampai kapanpun. Aku akan selalu menunggu kamu. Aku janji”.



5 tahun kemudian…
Sore itu, 13 Februari, Reza datang ke danau dekat rumah pohonnya. Tempat kenangan dia dan Aya Tiba-tiba dari kejauhan ada seseorang yang sedang berdiri di depan rumah pohon. Reza sangat heran karena setahunya hanya dia dan Aya yang tau tentang tempat itu. Reza mendekati orang itu dan menyapanya
“Mmmm…… Permisi. Anda siapa ya?” Reza bertanya
Kemudian orang tersebut menoleh kearah Reza. Saat Reza melihat wajah orang tersebut, Reza terdiam. Bibirnya terkunci rapat. Ia tak bisa berkata apa-apa. Hanya diam seribu bahasa dan berdiri mematung.
“Hai…. Apa kabar? Lama gak ketemu.” Orang tersebut tersenyum
“A..A.. Aya… Kamu Aya kan?” Reza tergagap-gagap. Ia tidak percaya kalau wanita yang berdiri di hadapannya adalah Aya.
“Apa kabar Reza? Akhirnya kita ketemu lagi.” Kata Aya
“Aya, kamu ke mana aja? Udah lama aku tunggu kamu. Kenapa kamu lama banget? Kamu ngapain aja di sana?” Reza mulai mengomel
“Tapi sekarang kan aku udah pulang, jadi gak masalah kan..”
“Iya, tapi aku udah lama nungguin kamu. Cape tau.” Reza terus mengomel seperti anak kecil
“Sorry deh…… Jangan ngambek dong. Eh, ngomong-ngomong sekarang tanggal 13 Februari. Hari ini hari apa ya…?”
“Besok Hari Valentine.” Semprot Reza
“Aku tanya hari ini hari apa?” Aya memperjelas pertanyaannya.
“Hari ini hari jadian kita. 13 Februari. Aku gak mungkin lupa.” Jawab Reza
“Kamu senang gak hari ini?” Tanya Aya
“Aku gak senang. Tapi aku bahagia.” Reza tersenyum
“Kita pulang sekarang yuk.”
“Oke… Ayo..”

Sejak saat itu kehidupan Reza kembali seperti dulu lagi. Seperti saat SMA dulu, saat Aya masih bersamanya.

Read More......